PENGGEMBALAAN DAN KONSELING KRISIS
I.
Pendahuluan
Manusia
sebagai makhluk memiliki berbagai aspek psikologis, yang kadang-kadang merasa
terbebani dengan berbagai masalah. Manusia mempunyai potensi untuk berkeluh
kesah karena merasa bebannya sudah melebihi kemampuannya untuk memikulnya. Kecenderungan
manusia dalam menghadapi masalah dengan keluh kesah, yang berbeda adalah kuat
atau lemahnya keluh kesah tersebut. Hal ini tergantung pada pribadi
masing-masing orang tersebut, yang paling menentukan tentu kuat atau lemahnya
iman orang yang mengalaminya. Sifat keluh kesah merupakan sifat yang sangat
merugikan. Berkeluh kesah akan mengganggu konsentrasi, mengurangi semangat yang
sangat diperlukan dalam kehidupan. Orang yang sedang mengalami masalah akan
merasa penciutan atau pengecilan dalam dirinya. Ia merasa tidak berdaya,
pesimis, frustrasi, menjadi stres dan berada pada keadaan krisis. Dalam
menghadapi hal ini sering terjadi situasi krisis. Sewaktu mendengar kata krisis
akan terlintas dalam pikiran orang berbagai keadaan yang mungkin dialami atau
dirasakan orang yang mengalaminya berdasarkan pengalaman yang pernah
dialaminya, atau pengalaman orang lain yang pernah didengar atau dilihatnya.
Dalam keadaan krisis orang akan merasa panik, tidak berdaya, ketakutan, seram,
butuh bantuan, tidak bisa menghadapi situasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan,
ingin melakukan sesuatu secepatnya, bila tidak bisa bertindak cepat akan
terjadi bencana yang lebih besar, dan semakin panik. Sehingga dalam tulisan
“penggembalaan dan konseling krisis” ini akan dipaparkan secara jelas, tentang
penggembalaan dan konseling krisis serta proses pelaksanaan dan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelaksanaannya. Sehingga para pendeta sebagai pelaksana
dapat lebih terampil dalam pelaksanaannya.
II.
Isi
2.1.
Pengertian Penggembalaan dan Konseling Krisis
Dalam
kamus psikologi, krisis didefinisikan sebagai “titik balik ditandai
oleh kemajuan atau kemunduran yang tajam”.[1]
Selanjutnya juga menyebutkan juga bahwa krisis adalah “satu keputusan yang
besar dan sangat penting bagi seseorang”.[2]
Pelayanan
penggembalaan tidak hanya berbicara mengenai keberadaan rohani umat, namun juga
menjangkau hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan lahiriah.
“Melalui bantuan-bantuan yang berhubungan dengan kebutuhan lahiriah akan
membuka kemungkinan bagi jemaat-jemaat yang merasa tertolak karena masalah
perekonomian yang tidak mencukupi untuk kembali menemukan kehidupan yang baru”.[3] Dalam
melakukan penggembalaan maka ada konselor (gembala) dan konseli. Baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sudah ada penjelasan mengenai
pembimbingan. Penggembalaan berasal dari kata “pastor” dimana di dalam kata ini
mencakup pelayaan untuk hadir, mendengarkan, memberikan kehangatan dan dukungan
praktis oleh orag-orang yang dianggap sebagai gembala (pendeta atau pastor)
sebagai pendamping.[4]
“Istilah Counsellor sudah dipakai dalam Perjanjian Lama Bahasa Inggris,
misalnya dalam I Taw. 27:32 yaitu Yonathan, saudara ayah Daud adalah seorang
counsellor (penasehat). Istilah ini, muncul pula dalam Yesaya 9:5 yakni nubuat
mengenai kedatangan Tuhan Yesus. Dalam Perjanjian baru, sering muncul konsep
mengenai peran Roh Kudus sebagai penghibur, penolong pembimbing atau counsellor
Yoh 14:26. (Bahasa Yunaninya Parakletos dalam bahasa Indonesia penghibur)”.[5]
2.2.
Penggembalaan Krisis dan Konseling Krisis
Hal
yang sangat penting untuk membedakan penggembalaan Krisis dengan Konseling
Krisis, memang kedua hal ini sering tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Krisis dapat diartikan sebagai suatu keadaan
disorganisasi dimana konseli menghadapi frustasi dalam upaya mencapai tujuan
penting hidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan hidup dan hal itu
ditanggapi dengan stres. Situasi-situasi demikian itu sering memerlukan
respon-respon khusus dari konselor guna membantu konseli yang tak berdaya.
Aktivitas konselor dalam mengatasi situasi krisis adalah
dengan intervensi
langsung atau campur tangan, dukungan kadar tinggi, dengan konseling individual.
Ada salah
satu slogan yang berkembang dalam bidang kesehatan, yaitu mencegah lebih baik
daripada mengobati. Slogan ini relevan dengan bidang konseling yang menyatakan sebaiknya individu tidak mengalami
sesuatu masalah. Apabila individu tidak mengalami suatu masalah, maka besarlah
kemungkinan ia akan dapat melaksanakan proses perkembangannya dengan baik, dan
kegiatan kehidupannya pun dapat terlaksana tanpa ada hambatan yang berarti. Upaya
pencegahan memang telah disebut orang sejak puluhan tahun yang lalu, pencegahan
diterima sebagai sasuatu yang baik dan perlu dilaksanakan. Tetapi hal itu
kebanyakan baru disebut-sebut saja, perwujudannya yang bersifat operasional
konkret belum banyak terlihat. Bagi konselor professional yang misi tugasnya
dipenuhi dengan perjuangan untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat
menghalangi perkembangan individu, upaya pencegahan tidak sekedar merupakan ide
yang bagus, tetapi adalah suatu keharusan yang bersifat etis (horner &
McElhaney, 1993). Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi pencegahan bagi konselor
merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting.[6]
Tiap
orang memang membutuhkan perhatian dan perawatan, ditambah lagi ketika mereka
sedang mengalami keadaan yang sangat sulit. Pelayanan penggembalaan umum adalah
pelayanan yang mencakup kehadiran, pendengaran, kehangatan dan dukungan
praktis. Dan para gembala yang sudah terlatih dari warga jemaat gereja juga
selayaknya campur tangan dalam pelaksanaan ini untuk membatu pendeta. Konseling
krisis jangka pendek, informal maupun formal, dibuthkan oleh orang-orang yang
dapat menggerakkan sumber penanggulangan mereka lebih cepat dan juga mengatasi
krisis mereka dengan lebih konstruktif dengan menerima suatu bantuan dalam hal
menguji realitas dan dalam hal perencanaan pendekatan yang efektif kepada
situasi baru yang diciptakan oleh krisis itu. Konseling krisis jangka panjang
dibutuhkan oleh orang-orang yang sedang mengalami luka berat atau dengan kata
lain krisis yang terjadi kepadanya terjadi secara berulang-ulang, sehingga
tidak mampu untuk menanggulangi tanpa bantuan penyembuhan. [7]Dalam
kebanyakan krisis dan kehilangan, terdapat kecemasan akan perpisahan, perasaan
kacaunya identitas, dan keharusan mengembangkan cara baru untuk memuaskan
kebutuhan emosional yang mendasar.
2.3.
Konseling Krisis Informal[8]
Yang
dimaksudkan dengan konseling krisis informal adalah konseling yang dilakukan
tanpa adanya perencanaan yang sebelumnya. Jadi hal ini terjadi secara tiba-tiba
atau berjalan tanpa disengaja. Posisi dan peranan pendeta memperbolehkannya
mengambil inisiatif dalam mencapai banyak orang yang tidak mau datang ke
konseling formal. Sehingga konseling ini juga bisa terjadi di kantor, atau
rumah pendeta. Katika jemaat sedang berkunjung ke rumah pendeta, tanpa maka
secara tiba-tiba konseling krisis ini bisa saja terjadi. Hal ini dinamakan
konseling krisis informal. Padahal sebelumnya tidak ada sama sekali rencana
konseli untuk memohon penyembuhan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendeta
sering menemukan kesempatan untuk melakukan konseling krisis informal selama
satu session dalam perjumpaan biasa dalam kehidupan jemaat. Konseling informal
bersifat informal yang berkenaan dengan setting, sikap, struktur, rangkaian
atau urutan. Yang dapat terjadi dimana saja, baik itu dipinggir jalan, kedai,
rumah-rumah, dimana saja saat krisis itu sedang dialami oleh seseorang.
Percakapan informal ini terjadi dalam konteks suatu hubungan yang tidak
disamakan dengan konseling , misalnya suatu perjumpaan yang terjadi secara
kebetulan. Sikap atau pemikiran orang merefleksikan suasana informal ini
merupakan anggapan bahwa mereka hanya membicarakan suatu masalah dengan pendeta
dan bukan konseling. Struktur dan rangkaian wawancara dalam konseling informal
ini tidak terlalu dihiraukan seperti yang terjadi dalam konseling formal.
Konseling krisis informal ini sering terjadi ketika kunjungan oleh pendeta
kerumah-rumah jemaat dan juga ke rumah sakit.
Para
pendeta dapat menciptakan kesempatan untuk percakapan yang memberikan
pemeliharaan dalam konseling informal dan formal, dengan cara:
·
Mereka dapat memelihara/mengadakan suatu
“daftar pertolongan khusus” yang konfidensial dan yang terbaru termasuk nama
orang-orang yang mereka kenal atau yang mereka duga juga yang berada dalam
kebutuhan khusus akan penggembalaan.
·
Kepekaan seorang pendeta terhadap
kesusahan yang hamper tak kentara, adalah suatu asset dalam menempatkan
kesempatan konseling yang potensial.
·
Penggunaan alat “pembuka” secara
bijaksana, berupa pertanyaan-pertanyaan yang terencana untuk menginterupsi
percakapan yang pura-pura dan menyediakan suatu alat pembuka bagi orang itu
untuk mendiskusikan perasaan dan masalah mereka yang sesungguhnya jika mereka
menentukan demikian.
2.4.
Proses dan Tujuan Konseling Krisis
Ada
8 langkah dasar yang harus diikuti dalam menolong seseorang yang sedang
menghadapi krisis. Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan terhadap
bermacam-macam jenis krisis. Berikut adalah proses dan tujuan dalam
penggembalaan konseling krisis,[9]
yaitu:
1. Intervensi
Langsung
Krisis
dapat dianggap sebagai suatu bahaya. Bagi orang yang terlibat, krisis itu
menakutkan, dan ada batas waktu tertentu sebagai kesempatan untuk turut campur
tangan. Cara orang dalam keadaan krisis mencapai keseimbangan bisa secara sehat
dan bisa juga secara tidak sehat. Jika mereka tidak menerima pertolongan
secepat mungkin, mereka mungkin akan merasa terpukul, sehingga mereka dapat
menghancurkan diri mereka sendiri. Anda perlu bertindak cepat karena
pertolongan Anda dapat meringankan krisis itu dan kemungkinan dapat melindungi
orang tersebut dari tindakan yang merugikan dirinya sendiri. Berbagai prosedur
pengaruh langsung dapat digunakan untuk membuat perubahan-perubahan yang
diinginkan dalam diri seorang konselee. Cara ini lebih sering digunakan dalam
konseling krisis daripada dalam bentuk koseling yang lain. Teknik menopang atau
dorongan semangat, harus dipakai pada tahap permulaan untuk menolong seorang
yang sedang dalam krisis. Tujuannya ialah untuk mengurangi kegelisahan, rasa
bersalah, dan ketegangan serta untuk memberikan dukungan emosi. Dorongan
semangat dari konselor dapat menolong si konselee mengatasi perasaan tak
berdaya dan keputusasaannya. Tetapi satu hal yang perlu diingat, jangan terlalu
banyak dorongan semangat sehingga melenyapkan semua rasa gelisah, karena
sedikit rasa gelisah diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang positif.
Beberapa
akibat paling hebat dari suatu krisis ialah bunuh diri, pembunuhan, melarikan
diri, menyakiti diri sendiri, psikosis, atau kehancuran keluarga. Seorang yang
ingin bunuh diri membutuhkan intervensi secara langsung. Selama krisis Anda
mempunyai kesempatan yang luar biasa untuk menolong dan melayani mereka. Keadaan
yang tidak pasti dari suatu krisis merupakan suatu waktu untuk berubah dan
bersifat luwes. Jikalau Anda ingin mempengaruhi kehidupan seseorang atau
keluarga, maka waktu yang paling tepat adalah pada saat seseorang mengalami
krisis. Itulah sebenarnya mengapa konseling krisis begitu penting bagi mereka
yang melayani khususnya sebagai pendeta. Ada baiknya sebelum kita melakukan
konseling krisis, teleponlah konselee terlebih dahulu. Ajukanlah beberapa
pertanyaan yang menolong Anda untuk menentukan seberapa mendesaknya keadaan
konselee dan apakah hal itu benar-benar merupakan suatu krisis. Waktu berbicara
lewat telepon, aturlah waktu untuk pertemuan pertama dan tentukanlah
siapa-siapa yang harus hadir. Usahakanlah untuk mendapat sebanyak mungkin
informasi untuk menyusun suatu ide sementara tentang permasalahan itu, dan
buatlah beberapa rencana sederhana jika perlu untuk pertemuan pertama itu. Anda
juga harus bersifat luwes. Apabila karena sesuatu hal, Anda tidak dapat bertemu
orang itu dengan segera, aturlah agar ia dapat ditemui oleh orang lain.
2. Mengambil
Tindakan
Langkah
kedua dari konseling krisis adalah bertindak. Perlu ada sesuatu yang terjadi
segera, kita perlu menggerakkan orang yang dalam krisis agar berperilaku yang
positif. Mereka perlu mengetahui bahwa sesuatu sedang dilakukan oleh mereka dan
untuk mereka. Konseling yang pertama adalah merupakan awal yang penting bagi
Anda sebagai konselor. Anda perlu mengarahkan pertemuan konseling tersebut
untuk membantu keberhasilannya dan berpartisipasi di dalamnya. Anda perlu
mendengarkan dengan baik untuk mendapatkan informasi. Perhatikanlah informasi
yang penting melalui proses interaksi. Anda harus mengetahui apa yang terjadi,
siapa yang terlibat, kapan kejadiannya dan seterusnya. Sementara Anda mengumpulkan informasi, berusahalah menemukan hal-hal
sebagai berikut: Masalah-masalah manakah dalam kehidupan orang itu yang harus
diselesaikan dengan segera? Dan Masalah-masalah manakah yang dapat ditunda?
Tolonglah
orang tersebut untuk menentukan hal ini, sebab begitu sering orang dalam krisis
tidak mengetahui masalah apa yang dapat ditunda dan masalah apa yang harus
ditangani sekarang. Waktu Anda memperbincangkan situasi ini dengan orang
tersebut, Anda harus menjadi seorang pendengar yang baik. Setiap indikasi, secara
lisan atau bukan lisan, bahwa Anda tidak sabar, tidak senang, atau terburu-
buru akan mengganggu sekali. Beri waktu untuk berhenti sejenak dan tetaplah
tenang. Harus diperhatikan apakah ada situasi-situasi krisis yang membutuhkan
tindakan langsung yang tidak bisa ditunda. Para pendeta dan konselor awam
selalu bertanya, "Bagaimanakah saya tahu sejauh mana saya harus
bertindak?" Suatu petunjuk praktis ialah sebagai berikut: hanya apabila
keadaan itu sungguh membatasi kemampuan si konselee, barulah Anda mengambil
tindakan secara luas. Dan bila demikian Anda perlu mengarahkan orang tersebut
untuk bertindak mandiri secepat mungkin. Jika Anda terlibat dalam menolong
orang dengan tindakan secara langsung, ingatlah akan undang-undang tertentu dan
prosedur hukum dari negara atau masyarakat Anda.
3. Mencegah Suatu Kehancuran
Langkah
ketiga adalah mulai mencapai sasaran yang terbatas dari konseling krisis, yaitu
mencegah kehancuran dan memulihkan orang tersebut ke keadaan seimbang. Ini
bukanlah waktu untuk mengusahakan perubahan-perubahan kepribadian. Pertama,
Anda harus menolong orang tersebut untuk mencapai semacam sasaran yang terbatas
(dekat). Harus ada sedikit tantangan untuk mencapainya, namun sasaran itu juga
harus dapat dicapai. Seseorang yang baru saja kehilangan pekerjaannya mungkin
mampu, dengan pertolongan Anda, menyusun suatu daftar tentang kualifikasi,
kemampuan dan pengalaman kerjanya. Jika tugas ini dilakukan dengan baik maka
akan memberikan suatu perasaan lega.
4. Membangun Harapan dan Kemungkinan Masa Depan
yang Positif
Orang
yang dalam krisis adalah orang yang sedang putus asa, karenanya sangat penting
untuk "membangun harapan dan kemungkinan masa depan yang positif".
Jangan memberi harapan palsu tapi doronglah untuk menyelesaikan masalah mereka.
Ada beberapa cara penting untuk menolong seseorang kembali mencapai
keseimbangan:
·
Informasi.
Pertama, lihat informasi apa yang diberikan orang itu kepada Anda tentang situasinya. Apakah dia melihat gambaran lengkap atau hanya memilih beberapa segi? Apakah dia memiliki semua fakta? Apakah dia mengubah situasinya karena emosi atau karena prasangkanya sendiri? Adakah dia mengerti bahwa tanggapan dan perasaan tertentu adalah normal pada saat-saat dilanda krisis?
Pertama, lihat informasi apa yang diberikan orang itu kepada Anda tentang situasinya. Apakah dia melihat gambaran lengkap atau hanya memilih beberapa segi? Apakah dia memiliki semua fakta? Apakah dia mengubah situasinya karena emosi atau karena prasangkanya sendiri? Adakah dia mengerti bahwa tanggapan dan perasaan tertentu adalah normal pada saat-saat dilanda krisis?
Kedua,
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dan mendorong memberikan jawaban yang
informatif dapat menolong orang itu dengan dua cara: Anda bisa menolong
kekosongan informasinya. Dengan begitu ketakutan serta keprihatinannya yang
berlebihan dapat hilang ketika ia menerima informasi yang tepat.
·
Interaksi.
Perhatikanlah bagaimana konselee berinteraksi dengan keadaan yang obyektif. Bagaimana orang itu menerima pilihan untuk bertindak? Pilihan apakah yang terbuka bagi orang itu? Tolonglah dia mempertimbangkan pilihan-pilihan dan akibat dari keputusan bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang yang mungkin terlibat. Waktu si konselee memperoleh semakin banyak kekuatan dan kemampuan, maka ia akan dapat memeriksa kapasitasnya sendiri dalam situasi itu.
Perhatikanlah bagaimana konselee berinteraksi dengan keadaan yang obyektif. Bagaimana orang itu menerima pilihan untuk bertindak? Pilihan apakah yang terbuka bagi orang itu? Tolonglah dia mempertimbangkan pilihan-pilihan dan akibat dari keputusan bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang yang mungkin terlibat. Waktu si konselee memperoleh semakin banyak kekuatan dan kemampuan, maka ia akan dapat memeriksa kapasitasnya sendiri dalam situasi itu.
5. Memberi Dukungan
Salah
satu sebab mengapa masalah berkembang menjadi satu krisis adalah karena
kurangnya sistem dukungan sosial. Bersedia berbicara melalui telepon merupakan
salah satu sumber dukungan. Mengetahui bahwa Anda mendoakan ia tiap hari dan
bersedia berdoa dengan ia di telepon pun merupakan sumber dukungan. Bila Anda
menjumpai orang yang dalam krisis, berusahalah mengetahui sistem dukungan apa
yang ia miliki, apakah itu saudara, teman, atau orang yang bersedia
mendengarkan keluhannya. Jika diperlukan, undanglah mereka untuk dapat
membicarakan masalah ini bersama-sama. Komunikasi
sangat penting dalam usaha mendukung konselee. Oleh karena itu perlu diterapkan
beberapa pedoman khusus dalam berkomunikasi:
Ø Yang
berbicara hendaknya satu persatu. Masing-masing orang didengarkan untuk
mengerti pandangannya terhadap masalah itu dan bagaimana perasaannya.
Ø Tiap-tiap
orang harus berbicara untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. Tanggapan
terhadap pemikiran atau perasaan orang lain harus diperiksa atau dijelaskan.
Ø Perbedaan
yang jelas harus dibuat antara pikiran dan perasaan dan antara kenyataan dan
pendapat.
Ø Sesuatu
yang diungkapkan secara samar-samar akan dijelaskan supaya semua yang hadir
memahami seluk-beluknya.
Ø Tentu
akan ada perbedaan pendapat dan itu tidak apa-apa. Pokok- pokok harus
dijelaskan dan bukan diperdebatkan.
Ø Bila
seorang berbicara, ia boleh berbicara tanpa disela, tapi monolog tidak dapat
diterima.
6. Pemecahan Masalah yang Terfokus
Pemecahan
masalah yang terfokus adalah tulang punggung konseling krisis, dimana Anda dan
konselee mencoba menentukan masalah yang utama yang membawa pada krisis dan
kemudian Anda menolong orang tersebut merencanakan dan melaksanakan cara-cara
untuk menyelesaikan masalah itu. Anda dapat menemukan masalah-masalah dan
persoalan- persoalan sampingan yang lain lagi, namun Anda harus tetap
memfokuskan masalah satu ini sampai masalah tersebut terpecahkan. Dalam
menyelesaikan satu masalah, yang difokuskan adalah menetapkan sasaran, melihat
kemampuan yang ada untuk digunakan dalam mengatasi masalah itu dan merancang
berbagai alternatif. Setelah Anda mempertimbangkan berbagai alternatif
tersebut, tolonglah orang yang dibimbing untuk memilih satu cara bertindak dan
dorong dia untuk melakukannya. Jalankan proses ini langkah-langkah demi langkah
dengan terinci dan cobalah mengantisipasi halangan-halangan atau cara-cara yang
dengannya orang itu dapat secara kurang hati-hati merusak dirinya sendiri.
7. Membangun Harga Diri
Langkah
ketujuh ini sangat penting. Tercakup didalamnya: Memulai dan memahami citra
diri orang itu dan menemukan bagaimana krisis mempengaruhi citra diri itu dan
bagaimana tindakan Anda juga mempengaruhinya.
Inilah
waktu untuk melindungi dan meningkatkan citra diri. Rasa gelisah dan harga diri
yang rendah biasa dialami oleh orang yang sedang berada dalam masa krisis.
Siaplah untuk menghadapi perasaan- perasaan negatif dari mereka dan terimalah
perasaan-perasaan itu sebagaimana adanya, yaitu sebagai penyamaran terhadap
rasa sakit karena adanya perasaan tidak enak sehubungan dengan situasi yang
mereka hadapi dan juga adanya perasaan yang tidak terlalu enak terhadap diri
mereka sendiri. Jadi tugas konselor adalah tetap menolong orang itu melindungi
citra dirinya. Kadang-kadang bermanfaat kalau Anda menunjukkan rasa tertarik
pada beberapa bidang hidupnya yang tidak sedang goyah. Anda harus percaya bahwa
dia berharga, bernilai dan mempunyai kemampuan dan pada saat ini dia diliputi
kesulitan. Waktu konseli mengetahui bahwa Anda percaya padanya (refleksi dari
1Korintus 13:7 [BIS], "dan mau percaya akan yang terbaik pada setiap orang
..." yang berarti membebaskan orang itu dari dakwaan) dan Anda melihat dia
sebagai orang yang mampu, dia akan mengerti bahwa Anda mempunyai
harapan-harapan terhadapnya. Sekali lagi ide tentang kerja sama tim perlu
ditekankan karena Anda akan berpikir barsama, berdoa bersama dan merencanakan
bersama serta memecahkan masalah itu bersama pula.
8. Menanamkan Rasa Percaya Diri
Langkah
kedelapan dalam konseling krisis yaitu "menanamkan rasa percaya
diri". Ingatlah bahwa seorang yang berada dalam krisis ialah orang yang
sudah kehabisan akal. Oleh karena itu tingkah lakunya mengalami kemunduran, ia
menanggapi dengan kemampuan bertindak yang rendah. Dia ingin diselamatkan dan
disembuhkan dengan seketika oleh Anda. Walaupun demikian, jangan menanggapi
kebutuhan seperti ini, karena itu akan makin merendahkan harga dirinya dan pada
waktunya akan menimbulkan sikap bermusuhan dengan Anda. Untuk mencegah agar
seseorang tidak terlalu bergantung kepada Anda, Anda harus menjelaskan
kepadanya bahwa Anda tidak selalu mempunyai jawaban terhadap
masalah-masalahnya. Satu prinsip yang mendasar untuk diikuti dalam konseling
krisis ini adalah: "Janganlah berbuat sesuatu apa pun untuk konselee,
kalau ia sendiri mampu melakukannya." Perhatikan agar orang itu melakukan
sesuatu dan melakukannya dengan berhasil. Ini berarti langkah-langkah kecil
harus dilakukan, jika tidak maka orang itu akan merasa gagal. Percaya diri
sendiri justru bisa terjadi pada saat si konselee terlibat dalam perencanaan
dan usaha menyelesaikan permasalahannya.
Para
pendeta saat ini kebanyakan mereka menggunakan konseling dengan jangka waktu
yang sangat singkat/pendek, sehingga diharapkan para pendeta memerlukan
keahlian yang lebih dalam melakukan konseling jangka pendek. Karena dalam
melakukan konseling krisis jangka pendek harus mampu memahami konseli dengan
cepat dan juga mengenal masalah-masalah dengan cepat. Banyak orang yang datang
kepada pendeta untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya dalam
mengambil keputusan yang khusus, atau dalam masalah yang konkrit. Jika hal ini
tidak dapat diatasi oleh pendeta dengan baik dan benar, maka akibatnya konseli
tidak akan mau lagi meminta bantuan kepada pendeta. Dalam masalah seperti ini
hanya memerlukan dua atau tiga session saja sudah cukup. Oleh John Dewey menyatakan bahwa pemikiran
yang serius sering terjadi pada persimpangan jalan dalam kehidupan seseorang
ketika tidak jelas jalan mana yang menuju tujuan yang diinginkannya.
Persimpangan jalan konseling sering sekali terjadi dalam jangka waktu yang
pendek dan bermanfaat.[10]
2.5.
Tahapan dan Hal yang Perlu Diperhatikan
dalam Proses Konseling Krisis Jangka Pendek (Formal dan Informal)
Menurut
Nova Firsan dalam bukunya yang berjudul Crisis
Public Relations ada lima tahapan dalam siklus hidup krisis, yang
dijelaskan sebagai berikut: [11]
1. Tahap
Pre-Crisis (Sebelum Krisis)
Pre-crisis
adalah kondisi sebelum suatu krisis muncul. Benih krisis sudah ada, sehingga
jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih yang
mulai tumbuh pada tahap ini, biasanya tidak begitu diperhatikan karenanya tidak
ada perencanaan menghadapi krisis.
2. Tahap
Warning (Peringatan)
Dalam
tahap ini suatu masalah pertama kali dikenali, dapat dipecahkan, diakhiri
selamanya, atau dibiarkan berkembang menuju pada kerusakan yang menyeluruh.
Krisis dapat dengan mudah muncul pada tahap ini karena ketakutan menghadapi
“badai” atau “masalah” dan menganggapnya tidak ada. Reaksi umum yang terjadi
pada tahap ini adalah kaget, menyangkal, dan pura – pura merasa aman.
3. Tahap
Acute Crisis (Akut)
Pada
tahap inilah krisis mulai terbentuk. Jika krisis sudah sampai tahap ini,
seseorang atau suatu sistem tidak dapat berdiam diri, karena akibat krisis
mulai menimbulkan kerugian. Saat ini, segala upaya dilakukan untuk menghadapi
krisis.
4. Tahap
Clean-up (Pembersihan)
Pada
tahap ini dilakukan pemulihan dari kerugian – kerugian yang diakibatkan oleh
krisis. Dalam tahap pemulihan dapat melibatkan pihak – pihak lain misalnya
konselor, pihak penegak hukum, dan para ahli – ahli lain terkait dengan krisis
yang dihadapi.
5. Tahap
Post-Crisis (Sesudah Krisis)
Ketika
seseorang atau suatu sistem kembali ke kondisi yang normal dan dapat berfungsi
dengan baik, maka secara formal dapat dikatakan krisis telah berakhir.
Dalam
melakukan konseling krisis jangka pendek
maka konselor perlu memperhatikan beberapa hal untuk mendukung
berjalannya proses konseling agar tetap berjalan dengan benar. Dalam
melakukannya diperlukan pendekatan-pendekatan yang paling menolong konseli
dengan wawancara. Beberapa unsur yang merupakan bagian dari proses yaitu: [12]
·
Mendengarkan secara intensif dan
berefleksi terhadap perasaan dengan kehangatan (tanggapan pengertian)
·
Pilihlah pertanyaan dengan hati-hati
untuk memusatkan percakapan pada daerah konflik dengan cepat (tanggapan
pertanyaan)
·
Menolong orang meninjau kembali seluruh
problemnya.
·
Menyediakan informasi yang berguna
·
Berfokus pada konflik, masalah, dan
keputusan utama dari orang dengan tujuan memperjelas alternative yang dapat
dijalankan
·
Membantu orang dalam memutuskan langkah
berikutnya dan membantu dalam menjalankannya
·
Menyediakan bimbingan praktis apabila
diperlukan
·
Memberikan dukungan dan inspirasi
emosional kepadanya, dan
·
Masuk ke dalam konseling jangka panjang
jika konseling yang singkat terbukti tidak memadai.
2.6.
Penggunaan Metode dalam Mendukung Konseling Krisis
Ada
beberapa teknik yang digunakan di Los
Angeles di Benjamin Rush Center for Problems in Living dalam melakukan
proses konseling krisis yaitu:[13]
Teknik pertama, adalah
untuk melukiskan problem yang dihadapi konseli sebagaimana konselor melihatnya.
Krisis sekarang diintegrasikan ke dalam perspektif pola hidupnya, tanpa
kehilangan orientasi untuk pengobatan pada masa sekarang.
Teknik kedua,
adalah untuk menolong dia memperoleh suatu pengertian kognitif tentang masalah
yang ada , dan pada saat yang sama menyingkapkan perasaan yang dialaminya
sekarang, yang selama ini belum dipahaminya.
Teknik ketiga,
adalah menyadarkan pola perilaku yang dahulu yang dahulu sudah dipelajarinya
tetapi pada masa sekarang tidak dipergunakan.
Teknik keempat,
adalah menyelidiki bersamanya mekanisme alternatif penanggulangan masalah, dan
cara yang berbeda dalam melihat dan merumuskan masalah itu.
Teknik kelima,
adalah memikirkan atau mempertimbangkan cara memasyarakatkan dunia sosialnya
kembali dan memberikan kembali peranannya dalam kelompok.
Teknik keenam,
adalah memperjelas dan menekankan kembali pertanggungjawaban individual untuk
perilaku, keputusan dan cara hidupnya.
Konseling krisis terdiri dari
pengurangan rasa takut dan rasa bersalah bagian anak batiniah dengan
mengizinkan dia menarik kekuatan dari pemeliharaan bagian orangtua konselor
secara temporer. Dan pada saat yang sama, menggerakkan dan memperkuat bagian
dewasa dengan mendorong orang itu menghadapi realitas dan bergerak ke dalam
aksi. Bagian dewasa konselor mempersatukan dirinya dengan bagian dewasa konseli
dalam suatu strategi bersama yang diarahkan untuk mengendalikan bagian anak dan
membebaskan dewasa menanggulangi masalah dalam suatu cara yang berorientasi
pada realitas. Dalam Krisis maka perlu untuk menolong, dalam menolong sesorang
dalam keadaan krisis maka perlu metode pertolongan dalam pelaksanaannya yaitu:[14]
Ø Mencapai
suatu hubungan yang penuh percaya dan penuh perhatian.
Ø Padatkanlah
problem itu menjadi pokok-pokok utama.
Ø Tantanglah
orang itu untuk mengambil tindakan konstruktif (terhadap suatu pokok dari
masalah itu)
Ø Kembangkanlah
suatu rencana aksi pertumbuhan
Unsur-unsur
yang umum dalam sebuah krisis, menurut Haksasi dalam bukunya yang berjudul “Konseling Krisis” adalah sebagai berikut: [15]
1. Kejadian
yang penuh resiko
Ini
adalah kejadian yang mengawali suatu reaksi berantai dari kejadian- kejadian
yang mencapai puncaknya dalam suatu krisis. Seorang istri yang masih muda yang
bersiap-siap menghadapi kariernya selama tujuh tahun sekarang menemukan dirinya
hamil. Seorang mahasiswa tahun terakhir yang menyerahkan dirinya untuk bermain
sepak bola selama waktu kuliahnya agar dipilih sebagai pemain profesional,
mengalami kecelakaan sehingga pergelangan kakinya hancur. Seorang duda yang
memelihara lima orang anak pra remaja kehilangan pekerjaannya dalam suatu
profesi yang sangat khusus. Semua orang yang disebut di atas mempunyai banyak
persamaan. Adalah penting bagi orang-orang yang berada dalam krisis dan bagi
para penolong untuk mengenal peristiwa- peristiwa yang menimbulkan krisis itu.
2. Keadaan
rentan
Tidak
semua peristiwa ini membawa seseorang kepada suatu krisis. Kalau orang tidak
rentan, pasti krisis itu tidak mungkin terjadi. Tidak tidur dua malam saja bisa
membuat seorang menjadi rentan terhadap suatu situasi yang biasanya dapat ia
tanggulangi tanpa kesulitan. Keadaan sakit dan tertekan menyebabkan mekanisme
untuk mengatasi masalah makin menurun. Baru-baru ini saya berbicara dengan seorang
wanita yang ingin melepaskan anak angkatnya, membatalkan suatu peristiwa
pengumpulan dana yang penting dan meninggalkan usahanya. Ia sedih karena ada
ancaman suatu kehilangan lain dalam hidupnya. Saya mengatakan kepadanya untuk
tidak membuat keputusan selama ia mengalami depresi, karena keputusan-keputusan
itu sering disesalkan kemudian.
3. Faktor
pencetus yang menimbulkan krisis
Cara
lain untuk mengatakan hal ini ialah bahwa ini adalah faktor terakhir yang
ditambahkan pada faktor-faktor lain. Sebagian orang kelihatannya dapat
menguasai diri pada saat dilanda kehilangan yang cukup berat atau kehancuran
hati, tetapi kemudian mereka ambruk karena suatu persoalan kecil saja. Ini
merupakan persoalan yang terakhir, tetapi reaksi dan air mata saat itu merupakan
tanggapan terhadap kehilangan yang cukup berat sebelum itu.
4. Keadaan
krisis yang aktif.
Ketika
seseorang tidak dapat lagi mengatasi situasi, maka krisis yang aktif dapat
berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya gejala-gejala stress, sikap panik
atau gagal, fokusnya adalah untuk pembebasan dan efisiensi yang menurun.
2.7.
Penggembalaan dan Konseling dalam Krisis Perkembangan
Menurut
Erik Erikson, perkembangan manusia terjadi melalui serangkaian tahapan
pertumbuhan, dan masing-masing tahap tersebut mempunyai tugas yang menentang
bagi ego dan dibangun atas penyelesaian tugas-tugas dalam tahapan yang lebih
dahulu. Transisinya adalah periode kecemasan dan krisis yang memuncak, ketika
orang didorong ke depan oleh kekuatan batin yang dewasa dan ditarik ke belakang
oleh kemauan dari tahapan yang biasa. Menurut Tjaard dan Anne Hommes, krisis
perkemmbangan merupakan sesuatu yang normal karena krisis itu terjadi sebagai
suatu bagian integral dari pertumbuhan manusia mulai dari ia lahir sampai ia
mati. Setiap proses perkembangan itu selalu dapat menjadi benih-benih krisis
apabila tidak ditopang oleh kekuatan batiniah yang dewasa.[16] Dalam
sifat dan juga potensi dari krisis, maka seorang yang dari Cina berkata bahwa
“Krisis” sebenarnya mengandung dua sifat. Pertama berarti “bahaya” dan yang
kedua berarti “kesempatan”. Alangkah benarnya kedua arti krisis itu pada
umumnya dan secara khusus untuk krisis perkembangan. Penggembalaan ditujukan
untuk membantu orang mengembangkan kemungkinan yang unik dari tiap tahap
kehidupan dan karenanya harus mengatasi tantangan, frustasi dan kehilangan yang
dibawa oleh tiap tahap kehidupan. Krisis dan kehilangan itu merupakan adalahh
suatu bagian dari susunan kehidupan seseorang.[17]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan tentang penggembalaan dan konseling krisis tersebut di atas maka
penulis dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
Ø Krisis
tidak dapat tidak selalu melanda kehidupan manusia, baik krisis perkembangan
(development crisis) maupun krisis kebetulan (accidental crisis)
Ø Manusia
secara reflex menggunakan inner resources
berupa ketahanan atau kekuatan batiniah dalam menghadapi krisis yang melanda
hidupnya. Inner resource ini pada dasarnya bersumber dari nilai-nilai moral dan
psikologi yag sudah tersosialisasi dan terintegrasi di dalam dirinya sejak
dahulu. Ini merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan apakah
seorang manusia itu dapat menyelesaikan krisis yang dihadapinya atau tidak. Dan
dalam hal ini pulalah konseling krisis sangat diperlukan terhadap orang-orang
yang sedang menghadapi krisis.
Ø Dalam
melakukan konseling ataupun penggembalaan krisis perlu memperhatikan
tahapan-tahapan dalam krisis dan langkah-langkah yang tepat sesuai dengan
tahapan krisis yang sedang melanda konseling dan sesuai dengan kebutuhan dari
konseli pada tahapan tertentu. Karena berbeda kondisi atau tahapan krisis tentu
perlu intensitas perhatian yang berbeda karena akan berbeda kebutuhan orang
yang masih dalam tahap pre-krisis dengan orang yang sudah dalam krisis yang
memuncak. Kebutuhan konseli harus benar-benar dipahami dan dikuasai oleh
konselor supaya penanganan yang dilakukan juga tidak keliru dan dapat berakibat
fatal jika krisis tetap tidak terselesaikan.
Ø Pendeta
ataupun pastor dalam hal ini perlu mempersiapkan diri untuk konseling krisis
baik dalam jangka waktu yang singkat maupun jangka waktu yang lama, namun
dikhususkan dengan kemampuan untuk konseling krisis jangka pendek.
[1] C.P.
Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi: Terjemahan
Kartini Kartono. Ed.1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 19931:
hlm. 117
[2]
Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi,: hlm.
118
[3] J.L.
Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk
Pelayanan Pastoral, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 1993: hlm. 96.
[4]
Bnd. E. P. Gintings, Konseling Pastoral:
Penggembalaan Kontekstual, Bina Media Informasi, Bandung 2009: hlm. 11.
[5] Martin
Van Beek, Konseling Pastoral,
Satya Wacanan, Semarang 1992: hlm. 3.
[6] M.
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta 2004:
hlm. 202
[7]
Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar
Pendampingan dan Konseling Pastoral, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 20065:
hlm. 239-240
[8] Clinebell,
Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan
Konseling Pastoral,: hlm. 247-251
[9] H.
Norman Wright, Konseling Krisis, Yayasan
Penerbit Gandum Mas, Malang Jawa Timur 1985: hlm. 67-93
[10] Clinebell,
Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan
Konseling Pastoral,: hlm. 253-256
[11]
Nova Firsan, Crisis Public Relations:
Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan, Grasindo, Jakarta 2009: hlm.
110-111
[12] Clinebell,
Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan
Konseling Pastoral,: hlm. 256-260
[13] Clinebell,
Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan
Konseling Pastoral,: hlm. 264
[14]
Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan
dan Konseling Pastoral,: hlm. 266
[15]
Sri Banun Haksasi, Konseling Krisis, Amanah, Semarang 20101: hlm. 9-10
[16]
Gintings, Konseling Pastoral:
Penggembalaan Kontekstual,; hlm.
24-25.
[17]
Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan
dan Konseling Pastoral,: hlm. 271.