Selasa, 17 September 2013

Penggembalaan dan Konseling Krisis

PENGGEMBALAAN DAN KONSELING KRISIS

I.                   Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk memiliki berbagai aspek psikologis, yang kadang-kadang merasa terbebani dengan berbagai masalah. Manusia mempunyai potensi untuk berkeluh kesah karena merasa bebannya sudah melebihi kemampuannya untuk memikulnya. Kecenderungan manusia dalam menghadapi masalah dengan keluh kesah, yang berbeda adalah kuat atau lemahnya keluh kesah tersebut. Hal ini tergantung pada pribadi masing-masing orang tersebut, yang paling menentukan tentu kuat atau lemahnya iman orang yang mengalaminya. Sifat keluh kesah merupakan sifat yang sangat merugikan. Berkeluh kesah akan mengganggu konsentrasi, mengurangi semangat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Orang yang sedang mengalami masalah akan merasa penciutan atau pengecilan dalam dirinya. Ia merasa tidak berdaya, pesimis, frustrasi, menjadi stres dan berada pada keadaan krisis. Dalam menghadapi hal ini sering terjadi situasi krisis. Sewaktu mendengar kata krisis akan terlintas dalam pikiran orang berbagai keadaan yang mungkin dialami atau dirasakan orang yang mengalaminya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya, atau pengalaman orang lain yang pernah didengar atau dilihatnya. Dalam keadaan krisis orang akan merasa panik, tidak berdaya, ketakutan, seram, butuh bantuan, tidak bisa menghadapi situasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan, ingin melakukan sesuatu secepatnya, bila tidak bisa bertindak cepat akan terjadi bencana yang lebih besar, dan semakin panik. Sehingga dalam tulisan “penggembalaan dan konseling krisis” ini akan dipaparkan secara jelas, tentang penggembalaan dan konseling krisis serta proses pelaksanaan dan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaannya. Sehingga para pendeta sebagai pelaksana dapat lebih terampil dalam pelaksanaannya.
II.                Isi
2.1. Pengertian Penggembalaan dan Konseling Krisis
Dalam kamus psikologi, krisis didefinisikan sebagai “titik balik ditandai oleh kemajuan atau kemunduran yang tajam”.[1] Selanjutnya juga menyebutkan juga bahwa krisis adalah “satu keputusan yang besar dan sangat penting bagi seseorang”.[2]
Pelayanan penggembalaan tidak hanya berbicara mengenai keberadaan rohani umat, namun juga menjangkau hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan lahiriah. “Melalui bantuan-bantuan yang berhubungan dengan kebutuhan lahiriah akan membuka kemungkinan bagi  jemaat-jemaat yang merasa tertolak karena masalah perekonomian yang tidak mencukupi untuk kembali menemukan kehidupan yang baru”.[3] Dalam melakukan penggembalaan maka ada konselor (gembala) dan konseli. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sudah ada penjelasan mengenai pembimbingan. Penggembalaan berasal dari kata “pastor” dimana di dalam kata ini mencakup pelayaan untuk hadir, mendengarkan, memberikan kehangatan dan dukungan praktis oleh orag-orang yang dianggap sebagai gembala (pendeta atau pastor) sebagai pendamping.[4] “Istilah Counsellor sudah dipakai dalam Perjanjian Lama Bahasa Inggris, misalnya dalam I Taw. 27:32 yaitu Yonathan, saudara ayah Daud adalah seorang counsellor (penasehat). Istilah ini, muncul pula dalam Yesaya 9:5 yakni nubuat mengenai kedatangan Tuhan Yesus. Dalam Perjanjian baru, sering muncul konsep mengenai peran Roh Kudus sebagai penghibur, penolong pembimbing atau counsellor Yoh 14:26. (Bahasa Yunaninya Parakletos dalam bahasa Indonesia penghibur)”.[5]
2.2. Penggembalaan Krisis dan Konseling Krisis
Hal yang sangat penting untuk membedakan penggembalaan Krisis dengan Konseling Krisis, memang kedua hal ini sering tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Krisis dapat diartikan sebagai suatu keadaan disorganisasi dimana konseli menghadapi frustasi dalam upaya mencapai tujuan penting hidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan hidup dan hal itu ditanggapi dengan stres. Situasi-situasi demikian itu sering memerlukan respon-respon khusus dari konselor guna membantu konseli yang tak berdaya. Aktivitas konselor dalam mengatasi situasi krisis adalah dengan intervensi langsung atau campur tangan, dukungan kadar tinggi, dengan konseling individual.
Ada salah satu slogan yang berkembang dalam bidang kesehatan, yaitu mencegah lebih baik daripada mengobati. Slogan ini relevan dengan bidang konseling yang  menyatakan sebaiknya individu tidak mengalami sesuatu masalah. Apabila individu tidak mengalami suatu masalah, maka besarlah kemungkinan ia akan dapat melaksanakan proses perkembangannya dengan baik, dan kegiatan kehidupannya pun dapat terlaksana tanpa ada hambatan yang berarti. Upaya pencegahan memang telah disebut orang sejak puluhan tahun yang lalu, pencegahan diterima sebagai sasuatu yang baik dan perlu dilaksanakan. Tetapi hal itu kebanyakan baru disebut-sebut saja, perwujudannya yang bersifat operasional konkret belum banyak terlihat. Bagi konselor professional yang misi tugasnya dipenuhi dengan perjuangan untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi perkembangan individu, upaya pencegahan tidak sekedar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu keharusan yang bersifat etis (horner & McElhaney, 1993). Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting.[6]
Tiap orang memang membutuhkan perhatian dan perawatan, ditambah lagi ketika mereka sedang mengalami keadaan yang sangat sulit. Pelayanan penggembalaan umum adalah pelayanan yang mencakup kehadiran, pendengaran, kehangatan dan dukungan praktis. Dan para gembala yang sudah terlatih dari warga jemaat gereja juga selayaknya campur tangan dalam pelaksanaan ini untuk membatu pendeta. Konseling krisis jangka pendek, informal maupun formal, dibuthkan oleh orang-orang yang dapat menggerakkan sumber penanggulangan mereka lebih cepat dan juga mengatasi krisis mereka dengan lebih konstruktif dengan menerima suatu bantuan dalam hal menguji realitas dan dalam hal perencanaan pendekatan yang efektif kepada situasi baru yang diciptakan oleh krisis itu. Konseling krisis jangka panjang dibutuhkan oleh orang-orang yang sedang mengalami luka berat atau dengan kata lain krisis yang terjadi kepadanya terjadi secara berulang-ulang, sehingga tidak mampu untuk menanggulangi tanpa bantuan penyembuhan. [7]Dalam kebanyakan krisis dan kehilangan, terdapat kecemasan akan perpisahan, perasaan kacaunya identitas, dan keharusan mengembangkan cara baru untuk memuaskan kebutuhan emosional yang mendasar.
2.3. Konseling Krisis Informal[8]
Yang dimaksudkan dengan konseling krisis informal adalah konseling yang dilakukan tanpa adanya perencanaan yang sebelumnya. Jadi hal ini terjadi secara tiba-tiba atau berjalan tanpa disengaja. Posisi dan peranan pendeta memperbolehkannya mengambil inisiatif dalam mencapai banyak orang yang tidak mau datang ke konseling formal. Sehingga konseling ini juga bisa terjadi di kantor, atau rumah pendeta. Katika jemaat sedang berkunjung ke rumah pendeta, tanpa maka secara tiba-tiba konseling krisis ini bisa saja terjadi. Hal ini dinamakan konseling krisis informal. Padahal sebelumnya tidak ada sama sekali rencana konseli untuk memohon penyembuhan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendeta sering menemukan kesempatan untuk melakukan konseling krisis informal selama satu session dalam perjumpaan biasa dalam kehidupan jemaat. Konseling informal bersifat informal yang berkenaan dengan setting, sikap, struktur, rangkaian atau urutan. Yang dapat terjadi dimana saja, baik itu dipinggir jalan, kedai, rumah-rumah, dimana saja saat krisis itu sedang dialami oleh seseorang. Percakapan informal ini terjadi dalam konteks suatu hubungan yang tidak disamakan dengan konseling , misalnya suatu perjumpaan yang terjadi secara kebetulan. Sikap atau pemikiran orang merefleksikan suasana informal ini merupakan anggapan bahwa mereka hanya membicarakan suatu masalah dengan pendeta dan bukan konseling. Struktur dan rangkaian wawancara dalam konseling informal ini tidak terlalu dihiraukan seperti yang terjadi dalam konseling formal. Konseling krisis informal ini sering terjadi ketika kunjungan oleh pendeta kerumah-rumah jemaat dan juga ke rumah sakit.
Para pendeta dapat menciptakan kesempatan untuk percakapan yang memberikan pemeliharaan dalam konseling informal dan formal, dengan cara:
·                Mereka dapat memelihara/mengadakan suatu “daftar pertolongan khusus” yang konfidensial dan yang terbaru termasuk nama orang-orang yang mereka kenal atau yang mereka duga juga yang berada dalam kebutuhan khusus akan penggembalaan.
·                Kepekaan seorang pendeta terhadap kesusahan yang hamper tak kentara, adalah suatu asset dalam menempatkan kesempatan konseling yang potensial.
·                Penggunaan alat “pembuka” secara bijaksana, berupa pertanyaan-pertanyaan yang terencana untuk menginterupsi percakapan yang pura-pura dan menyediakan suatu alat pembuka bagi orang itu untuk mendiskusikan perasaan dan masalah mereka yang sesungguhnya jika mereka menentukan demikian.

2.4. Proses dan Tujuan Konseling Krisis
Ada 8 langkah dasar yang harus diikuti dalam menolong seseorang yang sedang menghadapi krisis. Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan terhadap bermacam-macam jenis krisis. Berikut adalah proses dan tujuan dalam penggembalaan konseling krisis,[9] yaitu:
1.      Intervensi Langsung
Krisis dapat dianggap sebagai suatu bahaya. Bagi orang yang terlibat, krisis itu menakutkan, dan ada batas waktu tertentu sebagai kesempatan untuk turut campur tangan. Cara orang dalam keadaan krisis mencapai keseimbangan bisa secara sehat dan bisa juga secara tidak sehat. Jika mereka tidak menerima pertolongan secepat mungkin, mereka mungkin akan merasa terpukul, sehingga mereka dapat menghancurkan diri mereka sendiri. Anda perlu bertindak cepat karena pertolongan Anda dapat meringankan krisis itu dan kemungkinan dapat melindungi orang tersebut dari tindakan yang merugikan dirinya sendiri. Berbagai prosedur pengaruh langsung dapat digunakan untuk membuat perubahan-perubahan yang diinginkan dalam diri seorang konselee. Cara ini lebih sering digunakan dalam konseling krisis daripada dalam bentuk koseling yang lain. Teknik menopang atau dorongan semangat, harus dipakai pada tahap permulaan untuk menolong seorang yang sedang dalam krisis. Tujuannya ialah untuk mengurangi kegelisahan, rasa bersalah, dan ketegangan serta untuk memberikan dukungan emosi. Dorongan semangat dari konselor dapat menolong si konselee mengatasi perasaan tak berdaya dan keputusasaannya. Tetapi satu hal yang perlu diingat, jangan terlalu banyak dorongan semangat sehingga melenyapkan semua rasa gelisah, karena sedikit rasa gelisah diperlukan untuk menimbulkan perubahan yang positif.
Beberapa akibat paling hebat dari suatu krisis ialah bunuh diri, pembunuhan, melarikan diri, menyakiti diri sendiri, psikosis, atau kehancuran keluarga. Seorang yang ingin bunuh diri membutuhkan intervensi secara langsung. Selama krisis Anda mempunyai kesempatan yang luar biasa untuk menolong dan melayani mereka. Keadaan yang tidak pasti dari suatu krisis merupakan suatu waktu untuk berubah dan bersifat luwes. Jikalau Anda ingin mempengaruhi kehidupan seseorang atau keluarga, maka waktu yang paling tepat adalah pada saat seseorang mengalami krisis. Itulah sebenarnya mengapa konseling krisis begitu penting bagi mereka yang melayani khususnya sebagai pendeta. Ada baiknya sebelum kita melakukan konseling krisis, teleponlah konselee terlebih dahulu. Ajukanlah beberapa pertanyaan yang menolong Anda untuk menentukan seberapa mendesaknya keadaan konselee dan apakah hal itu benar-benar merupakan suatu krisis. Waktu berbicara lewat telepon, aturlah waktu untuk pertemuan pertama dan tentukanlah siapa-siapa yang harus hadir. Usahakanlah untuk mendapat sebanyak mungkin informasi untuk menyusun suatu ide sementara tentang permasalahan itu, dan buatlah beberapa rencana sederhana jika perlu untuk pertemuan pertama itu. Anda juga harus bersifat luwes. Apabila karena sesuatu hal, Anda tidak dapat bertemu orang itu dengan segera, aturlah agar ia dapat ditemui oleh orang lain.
2.      Mengambil Tindakan
Langkah kedua dari konseling krisis adalah bertindak. Perlu ada sesuatu yang terjadi segera, kita perlu menggerakkan orang yang dalam krisis agar berperilaku yang positif. Mereka perlu mengetahui bahwa sesuatu sedang dilakukan oleh mereka dan untuk mereka. Konseling yang pertama adalah merupakan awal yang penting bagi Anda sebagai konselor. Anda perlu mengarahkan pertemuan konseling tersebut untuk membantu keberhasilannya dan berpartisipasi di dalamnya. Anda perlu mendengarkan dengan baik untuk mendapatkan informasi. Perhatikanlah informasi yang penting melalui proses interaksi. Anda harus mengetahui apa yang terjadi, siapa yang terlibat, kapan kejadiannya dan seterusnya. Sementara Anda mengumpulkan informasi, berusahalah menemukan hal-hal sebagai berikut: Masalah-masalah manakah dalam kehidupan orang itu yang harus diselesaikan dengan segera? Dan Masalah-masalah manakah yang dapat ditunda?
Tolonglah orang tersebut untuk menentukan hal ini, sebab begitu sering orang dalam krisis tidak mengetahui masalah apa yang dapat ditunda dan masalah apa yang harus ditangani sekarang. Waktu Anda memperbincangkan situasi ini dengan orang tersebut, Anda harus menjadi seorang pendengar yang baik. Setiap indikasi, secara lisan atau bukan lisan, bahwa Anda tidak sabar, tidak senang, atau terburu- buru akan mengganggu sekali. Beri waktu untuk berhenti sejenak dan tetaplah tenang. Harus diperhatikan apakah ada situasi-situasi krisis yang membutuhkan tindakan langsung yang tidak bisa ditunda. Para pendeta dan konselor awam selalu bertanya, "Bagaimanakah saya tahu sejauh mana saya harus bertindak?" Suatu petunjuk praktis ialah sebagai berikut: hanya apabila keadaan itu sungguh membatasi kemampuan si konselee, barulah Anda mengambil tindakan secara luas. Dan bila demikian Anda perlu mengarahkan orang tersebut untuk bertindak mandiri secepat mungkin. Jika Anda terlibat dalam menolong orang dengan tindakan secara langsung, ingatlah akan undang-undang tertentu dan prosedur hukum dari negara atau masyarakat Anda.
3.       Mencegah Suatu Kehancuran
Langkah ketiga adalah mulai mencapai sasaran yang terbatas dari konseling krisis, yaitu mencegah kehancuran dan memulihkan orang tersebut ke keadaan seimbang. Ini bukanlah waktu untuk mengusahakan perubahan-perubahan kepribadian. Pertama, Anda harus menolong orang tersebut untuk mencapai semacam sasaran yang terbatas (dekat). Harus ada sedikit tantangan untuk mencapainya, namun sasaran itu juga harus dapat dicapai. Seseorang yang baru saja kehilangan pekerjaannya mungkin mampu, dengan pertolongan Anda, menyusun suatu daftar tentang kualifikasi, kemampuan dan pengalaman kerjanya. Jika tugas ini dilakukan dengan baik maka akan memberikan suatu perasaan lega.
4.      Membangun Harapan dan Kemungkinan Masa Depan yang Positif 
Orang yang dalam krisis adalah orang yang sedang putus asa, karenanya sangat penting untuk "membangun harapan dan kemungkinan masa depan yang positif". Jangan memberi harapan palsu tapi doronglah untuk menyelesaikan masalah mereka. Ada beberapa cara penting untuk menolong seseorang kembali mencapai keseimbangan:
·         Informasi.
Pertama, lihat informasi apa yang diberikan orang itu kepada Anda tentang situasinya. Apakah dia melihat gambaran lengkap atau hanya memilih beberapa segi? Apakah dia memiliki semua fakta? Apakah dia mengubah situasinya karena emosi atau karena prasangkanya sendiri? Adakah dia mengerti bahwa tanggapan dan perasaan tertentu adalah normal pada saat-saat dilanda krisis?
Kedua, mengajukan pertanyaan yang berkaitan dan mendorong memberikan jawaban yang informatif dapat menolong orang itu dengan dua cara: Anda bisa menolong kekosongan informasinya. Dengan begitu ketakutan serta keprihatinannya yang berlebihan dapat hilang ketika ia menerima informasi yang tepat.
·         Interaksi.
Perhatikanlah bagaimana konselee berinteraksi dengan keadaan yang obyektif. Bagaimana orang itu menerima pilihan untuk bertindak? Pilihan apakah yang terbuka bagi orang itu? Tolonglah dia mempertimbangkan pilihan-pilihan dan akibat dari keputusan bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang yang mungkin terlibat. Waktu si konselee memperoleh semakin banyak kekuatan dan kemampuan, maka ia akan dapat memeriksa kapasitasnya sendiri dalam situasi itu.
5.      Memberi Dukungan
Salah satu sebab mengapa masalah berkembang menjadi satu krisis adalah karena kurangnya sistem dukungan sosial. Bersedia berbicara melalui telepon merupakan salah satu sumber dukungan. Mengetahui bahwa Anda mendoakan ia tiap hari dan bersedia berdoa dengan ia di telepon pun merupakan sumber dukungan. Bila Anda menjumpai orang yang dalam krisis, berusahalah mengetahui sistem dukungan apa yang ia miliki, apakah itu saudara, teman, atau orang yang bersedia mendengarkan keluhannya. Jika diperlukan, undanglah mereka untuk dapat membicarakan masalah ini bersama-sama. Komunikasi sangat penting dalam usaha mendukung konselee. Oleh karena itu perlu diterapkan beberapa pedoman khusus dalam berkomunikasi:
Ø  Yang berbicara hendaknya satu persatu. Masing-masing orang didengarkan untuk mengerti pandangannya terhadap masalah itu dan bagaimana perasaannya.
Ø  Tiap-tiap orang harus berbicara untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. Tanggapan terhadap pemikiran atau perasaan orang lain harus diperiksa atau dijelaskan.
Ø  Perbedaan yang jelas harus dibuat antara pikiran dan perasaan dan antara kenyataan dan pendapat.
Ø  Sesuatu yang diungkapkan secara samar-samar akan dijelaskan supaya semua yang hadir memahami seluk-beluknya.
Ø  Tentu akan ada perbedaan pendapat dan itu tidak apa-apa. Pokok- pokok harus dijelaskan dan bukan diperdebatkan.
Ø  Bila seorang berbicara, ia boleh berbicara tanpa disela, tapi monolog tidak dapat diterima.
6.      Pemecahan Masalah yang Terfokus
Pemecahan masalah yang terfokus adalah tulang punggung konseling krisis, dimana Anda dan konselee mencoba menentukan masalah yang utama yang membawa pada krisis dan kemudian Anda menolong orang tersebut merencanakan dan melaksanakan cara-cara untuk menyelesaikan masalah itu. Anda dapat menemukan masalah-masalah dan persoalan- persoalan sampingan yang lain lagi, namun Anda harus tetap memfokuskan masalah satu ini sampai masalah tersebut terpecahkan. Dalam menyelesaikan satu masalah, yang difokuskan adalah menetapkan sasaran, melihat kemampuan yang ada untuk digunakan dalam mengatasi masalah itu dan merancang berbagai alternatif. Setelah Anda mempertimbangkan berbagai alternatif tersebut, tolonglah orang yang dibimbing untuk memilih satu cara bertindak dan dorong dia untuk melakukannya. Jalankan proses ini langkah-langkah demi langkah dengan terinci dan cobalah mengantisipasi halangan-halangan atau cara-cara yang dengannya orang itu dapat secara kurang hati-hati merusak dirinya sendiri.
7.      Membangun Harga Diri
Langkah ketujuh ini sangat penting. Tercakup didalamnya: Memulai dan memahami citra diri orang itu dan menemukan bagaimana krisis mempengaruhi citra diri itu dan bagaimana tindakan Anda juga mempengaruhinya.
Inilah waktu untuk melindungi dan meningkatkan citra diri. Rasa gelisah dan harga diri yang rendah biasa dialami oleh orang yang sedang berada dalam masa krisis. Siaplah untuk menghadapi perasaan- perasaan negatif dari mereka dan terimalah perasaan-perasaan itu sebagaimana adanya, yaitu sebagai penyamaran terhadap rasa sakit karena adanya perasaan tidak enak sehubungan dengan situasi yang mereka hadapi dan juga adanya perasaan yang tidak terlalu enak terhadap diri mereka sendiri. Jadi tugas konselor adalah tetap menolong orang itu melindungi citra dirinya. Kadang-kadang bermanfaat kalau Anda menunjukkan rasa tertarik pada beberapa bidang hidupnya yang tidak sedang goyah. Anda harus percaya bahwa dia berharga, bernilai dan mempunyai kemampuan dan pada saat ini dia diliputi kesulitan. Waktu konseli mengetahui bahwa Anda percaya padanya (refleksi dari 1Korintus 13:7 [BIS], "dan mau percaya akan yang terbaik pada setiap orang ..." yang berarti membebaskan orang itu dari dakwaan) dan Anda melihat dia sebagai orang yang mampu, dia akan mengerti bahwa Anda mempunyai harapan-harapan terhadapnya. Sekali lagi ide tentang kerja sama tim perlu ditekankan karena Anda akan berpikir barsama, berdoa bersama dan merencanakan bersama serta memecahkan masalah itu bersama pula.
8.      Menanamkan Rasa Percaya Diri
Langkah kedelapan dalam konseling krisis yaitu "menanamkan rasa percaya diri". Ingatlah bahwa seorang yang berada dalam krisis ialah orang yang sudah kehabisan akal. Oleh karena itu tingkah lakunya mengalami kemunduran, ia menanggapi dengan kemampuan bertindak yang rendah. Dia ingin diselamatkan dan disembuhkan dengan seketika oleh Anda. Walaupun demikian, jangan menanggapi kebutuhan seperti ini, karena itu akan makin merendahkan harga dirinya dan pada waktunya akan menimbulkan sikap bermusuhan dengan Anda. Untuk mencegah agar seseorang tidak terlalu bergantung kepada Anda, Anda harus menjelaskan kepadanya bahwa Anda tidak selalu mempunyai jawaban terhadap masalah-masalahnya. Satu prinsip yang mendasar untuk diikuti dalam konseling krisis ini adalah: "Janganlah berbuat sesuatu apa pun untuk konselee, kalau ia sendiri mampu melakukannya." Perhatikan agar orang itu melakukan sesuatu dan melakukannya dengan berhasil. Ini berarti langkah-langkah kecil harus dilakukan, jika tidak maka orang itu akan merasa gagal. Percaya diri sendiri justru bisa terjadi pada saat si konselee terlibat dalam perencanaan dan usaha menyelesaikan permasalahannya.
Para pendeta saat ini kebanyakan mereka menggunakan konseling dengan jangka waktu yang sangat singkat/pendek, sehingga diharapkan para pendeta memerlukan keahlian yang lebih dalam melakukan konseling jangka pendek. Karena dalam melakukan konseling krisis jangka pendek harus mampu memahami konseli dengan cepat dan juga mengenal masalah-masalah dengan cepat. Banyak orang yang datang kepada pendeta untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya dalam mengambil keputusan yang khusus, atau dalam masalah yang konkrit. Jika hal ini tidak dapat diatasi oleh pendeta dengan baik dan benar, maka akibatnya konseli tidak akan mau lagi meminta bantuan kepada pendeta. Dalam masalah seperti ini hanya memerlukan dua atau tiga session saja sudah cukup. Oleh John Dewey menyatakan bahwa pemikiran yang serius sering terjadi pada persimpangan jalan dalam kehidupan seseorang ketika tidak jelas jalan mana yang menuju tujuan yang diinginkannya. Persimpangan jalan konseling sering sekali terjadi dalam jangka waktu yang pendek dan bermanfaat.[10]
2.5.  Tahapan dan Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Proses Konseling Krisis Jangka Pendek (Formal dan Informal)
Menurut Nova Firsan dalam bukunya yang berjudul Crisis Public Relations ada lima tahapan dalam siklus hidup krisis, yang dijelaskan sebagai berikut: [11]
1.      Tahap Pre-Crisis (Sebelum Krisis)
Pre-crisis adalah kondisi sebelum suatu krisis muncul. Benih krisis sudah ada, sehingga jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih yang mulai tumbuh pada tahap ini, biasanya tidak begitu diperhatikan karenanya tidak ada perencanaan menghadapi krisis. 
2.      Tahap Warning (Peringatan)
Dalam tahap ini suatu masalah pertama kali dikenali, dapat dipecahkan, diakhiri selamanya, atau dibiarkan berkembang menuju pada kerusakan yang menyeluruh. Krisis dapat dengan mudah muncul pada tahap ini karena ketakutan menghadapi “badai” atau “masalah” dan menganggapnya tidak ada. Reaksi umum yang terjadi pada tahap ini adalah kaget, menyangkal, dan pura – pura merasa aman.
3.      Tahap Acute Crisis (Akut)
Pada tahap inilah krisis mulai terbentuk. Jika krisis sudah sampai tahap ini, seseorang atau suatu sistem tidak dapat berdiam diri, karena akibat krisis mulai menimbulkan kerugian. Saat ini, segala upaya dilakukan untuk menghadapi krisis.
4.      Tahap Clean-up (Pembersihan)
Pada tahap ini dilakukan pemulihan dari kerugian – kerugian yang diakibatkan oleh krisis. Dalam tahap pemulihan dapat melibatkan pihak – pihak lain misalnya konselor, pihak penegak hukum, dan para ahli – ahli lain terkait dengan krisis yang dihadapi.
5.      Tahap Post-Crisis (Sesudah Krisis)
Ketika seseorang atau suatu sistem kembali ke kondisi yang normal dan dapat berfungsi dengan baik, maka secara formal dapat dikatakan krisis telah berakhir.
Dalam melakukan konseling krisis jangka pendek  maka konselor perlu memperhatikan beberapa hal untuk mendukung berjalannya proses konseling agar tetap berjalan dengan benar. Dalam melakukannya diperlukan pendekatan-pendekatan yang paling menolong konseli dengan wawancara. Beberapa unsur yang merupakan bagian dari proses yaitu: [12]
·         Mendengarkan secara intensif dan berefleksi terhadap perasaan dengan kehangatan (tanggapan pengertian)
·         Pilihlah pertanyaan dengan hati-hati untuk memusatkan percakapan pada daerah konflik dengan cepat (tanggapan pertanyaan)
·         Menolong orang meninjau kembali seluruh problemnya.
·         Menyediakan informasi yang berguna
·         Berfokus pada konflik, masalah, dan keputusan utama dari orang dengan tujuan memperjelas alternative yang dapat dijalankan
·         Membantu orang dalam memutuskan langkah berikutnya dan membantu dalam menjalankannya
·         Menyediakan bimbingan praktis apabila diperlukan
·         Memberikan dukungan dan inspirasi emosional kepadanya, dan
·         Masuk ke dalam konseling jangka panjang jika konseling yang singkat terbukti tidak memadai.

2.6. Penggunaan Metode dalam Mendukung Konseling Krisis
Ada beberapa teknik yang digunakan di Los Angeles di Benjamin Rush Center for Problems in Living dalam melakukan proses konseling krisis yaitu:[13]
Teknik pertama, adalah untuk melukiskan problem yang dihadapi konseli sebagaimana konselor melihatnya. Krisis sekarang diintegrasikan ke dalam perspektif pola hidupnya, tanpa kehilangan orientasi untuk pengobatan pada masa sekarang.
Teknik kedua, adalah untuk menolong dia memperoleh suatu pengertian kognitif tentang masalah yang ada , dan pada saat yang sama menyingkapkan perasaan yang dialaminya sekarang, yang selama ini belum dipahaminya.
Teknik ketiga, adalah menyadarkan pola perilaku yang dahulu yang dahulu sudah dipelajarinya tetapi pada masa sekarang tidak dipergunakan.
Teknik keempat, adalah menyelidiki bersamanya mekanisme alternatif penanggulangan masalah, dan cara yang berbeda dalam melihat dan merumuskan masalah itu.
Teknik kelima, adalah memikirkan atau mempertimbangkan cara memasyarakatkan dunia sosialnya kembali dan memberikan kembali peranannya dalam kelompok.
Teknik keenam, adalah memperjelas dan menekankan kembali pertanggungjawaban individual untuk perilaku, keputusan dan cara hidupnya.
            Konseling krisis terdiri dari pengurangan rasa takut dan rasa bersalah bagian anak batiniah dengan mengizinkan dia menarik kekuatan dari pemeliharaan bagian orangtua konselor secara temporer. Dan pada saat yang sama, menggerakkan dan memperkuat bagian dewasa dengan mendorong orang itu menghadapi realitas dan bergerak ke dalam aksi. Bagian dewasa konselor mempersatukan dirinya dengan bagian dewasa konseli dalam suatu strategi bersama yang diarahkan untuk mengendalikan bagian anak dan membebaskan dewasa menanggulangi masalah dalam suatu cara yang berorientasi pada realitas. Dalam Krisis maka perlu untuk menolong, dalam menolong sesorang dalam keadaan krisis maka perlu metode pertolongan dalam pelaksanaannya yaitu:[14]
Ø  Mencapai suatu hubungan yang penuh percaya dan penuh perhatian.
Ø  Padatkanlah problem itu menjadi pokok-pokok utama.
Ø  Tantanglah orang itu untuk mengambil tindakan konstruktif (terhadap suatu pokok dari masalah itu)
Ø  Kembangkanlah suatu rencana aksi pertumbuhan
Unsur-unsur yang umum dalam sebuah krisis, menurut Haksasi dalam bukunya yang berjudul “Konseling Krisis” adalah sebagai berikut: [15]
1.      Kejadian yang penuh resiko
Ini adalah kejadian yang mengawali suatu reaksi berantai dari kejadian- kejadian yang mencapai puncaknya dalam suatu krisis. Seorang istri yang masih muda yang bersiap-siap menghadapi kariernya selama tujuh tahun sekarang menemukan dirinya hamil. Seorang mahasiswa tahun terakhir yang menyerahkan dirinya untuk bermain sepak bola selama waktu kuliahnya agar dipilih sebagai pemain profesional, mengalami kecelakaan sehingga pergelangan kakinya hancur. Seorang duda yang memelihara lima orang anak pra remaja kehilangan pekerjaannya dalam suatu profesi yang sangat khusus. Semua orang yang disebut di atas mempunyai banyak persamaan. Adalah penting bagi orang-orang yang berada dalam krisis dan bagi para penolong untuk mengenal peristiwa- peristiwa yang menimbulkan krisis itu.
2.      Keadaan rentan
Tidak semua peristiwa ini membawa seseorang kepada suatu krisis. Kalau orang tidak rentan, pasti krisis itu tidak mungkin terjadi. Tidak tidur dua malam saja bisa membuat seorang menjadi rentan terhadap suatu situasi yang biasanya dapat ia tanggulangi tanpa kesulitan. Keadaan sakit dan tertekan menyebabkan mekanisme untuk mengatasi masalah makin menurun. Baru-baru ini saya berbicara dengan seorang wanita yang ingin melepaskan anak angkatnya, membatalkan suatu peristiwa pengumpulan dana yang penting dan meninggalkan usahanya. Ia sedih karena ada ancaman suatu kehilangan lain dalam hidupnya. Saya mengatakan kepadanya untuk tidak membuat keputusan selama ia mengalami depresi, karena keputusan-keputusan itu sering disesalkan kemudian.
3.      Faktor pencetus yang menimbulkan krisis
Cara lain untuk mengatakan hal ini ialah bahwa ini adalah faktor terakhir yang ditambahkan pada faktor-faktor lain. Sebagian orang kelihatannya dapat menguasai diri pada saat dilanda kehilangan yang cukup berat atau kehancuran hati, tetapi kemudian mereka ambruk karena suatu persoalan kecil saja. Ini merupakan persoalan yang terakhir, tetapi reaksi dan air mata saat itu merupakan tanggapan terhadap kehilangan yang cukup berat sebelum itu.
4.      Keadaan krisis yang aktif.
Ketika seseorang tidak dapat lagi mengatasi situasi, maka krisis yang aktif dapat berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya gejala-gejala stress, sikap panik atau gagal, fokusnya adalah untuk pembebasan dan efisiensi yang menurun.
2.7. Penggembalaan dan Konseling dalam Krisis Perkembangan
Menurut Erik Erikson, perkembangan manusia terjadi melalui serangkaian tahapan pertumbuhan, dan masing-masing tahap tersebut mempunyai tugas yang menentang bagi ego dan dibangun atas penyelesaian tugas-tugas dalam tahapan yang lebih dahulu. Transisinya adalah periode kecemasan dan krisis yang memuncak, ketika orang didorong ke depan oleh kekuatan batin yang dewasa dan ditarik ke belakang oleh kemauan dari tahapan yang biasa. Menurut Tjaard dan Anne Hommes, krisis perkemmbangan merupakan sesuatu yang normal karena krisis itu terjadi sebagai suatu bagian integral dari pertumbuhan manusia mulai dari ia lahir sampai ia mati. Setiap proses perkembangan itu selalu dapat menjadi benih-benih krisis apabila tidak ditopang oleh kekuatan batiniah yang dewasa.[16] Dalam sifat dan juga potensi dari krisis, maka seorang yang dari Cina berkata bahwa “Krisis” sebenarnya mengandung dua sifat. Pertama berarti “bahaya” dan yang kedua berarti “kesempatan”. Alangkah benarnya kedua arti krisis itu pada umumnya dan secara khusus untuk krisis perkembangan. Penggembalaan ditujukan untuk membantu orang mengembangkan kemungkinan yang unik dari tiap tahap kehidupan dan karenanya harus mengatasi tantangan, frustasi dan kehilangan yang dibawa oleh tiap tahap kehidupan. Krisis dan kehilangan itu merupakan adalahh suatu bagian dari susunan kehidupan seseorang.[17]

III.             Kesimpulan
Dari pemaparan tentang penggembalaan dan konseling krisis tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
Ø  Krisis tidak dapat tidak selalu melanda kehidupan manusia, baik krisis perkembangan (development crisis) maupun krisis kebetulan (accidental crisis)
Ø  Manusia secara reflex menggunakan inner resources berupa ketahanan atau kekuatan batiniah dalam menghadapi krisis yang melanda hidupnya. Inner resource ini pada dasarnya bersumber dari nilai-nilai moral dan psikologi yag sudah tersosialisasi dan terintegrasi di dalam dirinya sejak dahulu. Ini merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan apakah seorang manusia itu dapat menyelesaikan krisis yang dihadapinya atau tidak. Dan dalam hal ini pulalah konseling krisis sangat diperlukan terhadap orang-orang yang sedang menghadapi krisis.
Ø  Dalam melakukan konseling ataupun penggembalaan krisis perlu memperhatikan tahapan-tahapan dalam krisis dan langkah-langkah yang tepat sesuai dengan tahapan krisis yang sedang melanda konseling dan sesuai dengan kebutuhan dari konseli pada tahapan tertentu. Karena berbeda kondisi atau tahapan krisis tentu perlu intensitas perhatian yang berbeda karena akan berbeda kebutuhan orang yang masih dalam tahap pre-krisis dengan orang yang sudah dalam krisis yang memuncak. Kebutuhan konseli harus benar-benar dipahami dan dikuasai oleh konselor supaya penanganan yang dilakukan juga tidak keliru dan dapat berakibat fatal jika krisis tetap tidak terselesaikan.
Ø  Pendeta ataupun pastor dalam hal ini perlu mempersiapkan diri untuk konseling krisis baik dalam jangka waktu yang singkat maupun jangka waktu yang lama, namun dikhususkan dengan kemampuan untuk konseling krisis jangka pendek.




[1] C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi: Terjemahan Kartini Kartono. Ed.1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 19931: hlm. 117
[2] Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi,: hlm. 118
[3] J.L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 1993: hlm. 96.
[4] Bnd. E. P. Gintings, Konseling Pastoral: Penggembalaan Kontekstual, Bina Media Informasi, Bandung 2009: hlm. 11.
[5] Martin Van Beek, Konseling Pastoral, Satya Wacanan, Semarang 1992: hlm. 3.
[6] M. Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta 2004: hlm. 202
[7] Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 20065: hlm. 239-240
[8] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 247-251
[9] H. Norman Wright, Konseling Krisis, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang Jawa Timur 1985: hlm. 67-93
[10] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 253-256
[11] Nova Firsan, Crisis Public Relations: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan, Grasindo, Jakarta 2009: hlm. 110-111
[12] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 256-260
[13] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 264
[14] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 266
[15] Sri Banun Haksasi, Konseling Krisis,  Amanah, Semarang 20101: hlm. 9-10
[16] Gintings, Konseling Pastoral: Penggembalaan Kontekstual,; hlm. 24-25.
[17] Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral,: hlm. 271.

Selasa, 19 Maret 2013

INJIL MARKUS


INJIL MARKUS
Penulis
Berdasarkan tradisi gerejalah yang mengatakan penulis dari kitab injil Markus ini adalah Yohanes Markus.[1] Namun, ternyata ada juga pendapat yang menolak  penulis kitab Markus adalah Yohanes Markus dengan mengatakan bahwa tidak mungkin Yohanes Markus sebagai penulis yang sebenarnya dari kitab ini. Dalam buku memahami Perjanjian Baru, tidaklah mungkin seorang biasa dalam PB dikaitkan dengan penulisan kitab ini. Hal itu ditinjau atas dasar bahwa dia tidak hidup pada zaman itu, juga hal ini ditentang berdasarkan tokoh-tokoh jemaat mula-mula.[2] Sehingga dapat dikatakan bahwa penulis dari kitab markus adalah Yohanes Markus yang disebut dengan markus, berdasarkan kabar tertua mengenai penulis diperoleh dari Papias, melalui Eusebius, beginilah catatannya, “Markus, juru bahasa Petrus, menuliskan dengan teliti, tetapi tidak dengan menurut urutannya, karena dapat dikatakan bahwa Markus tidak langsung mendengar dari Tuhan dan tidak mengikuti Dia, tetapi dia hanya mendengar dan mengikuti Petrus berdasarkan perkataan Tuhan”.[3] Dikatakan juga berdasarkan tradisi bahwa penulis kitab ini adalah Yohanes Markus dalam 1 Petrus 5 : 13.[4] Penulis Markus berasal dari sebuah keluarga yang kaya, karena ibunya memiliki rumah dan budak dan rumahnya merupakan pusat jemaat Kristen di Yerusalem (Kis 12:12). Menurut tradisi jemaat purba, pengarang Injil Markus adalah Yohanes Markus dan juga berdasarkan nats berikut ini: Kis 12:25; 13:5,13; 15:37-39 dan Kol 4:10. Hayes, mengatakan Markus adalah seorang anak yang sangat manja dari seorang janda yang kaya. Barnabas, saudara sepupunya kemungkinan juga seorang yang kaya karena ia menjual ladangnya dan memberikannya kepada rasul-rasul. Markus rupanya dibesarkan di dalam lingkungan yang menggabungkan kebudayaan dan agama. Ia mulai melakukan penginjilan melalui Barnabas, setelah perjalanannya ke Yerusalem bersama Paulus. Ketika Paulus dan Barnabas melakukan misinya yang pertama, markus ikut bersama mereka sebagai murid yang membantu.

Tempat dan Waktu
Banyak para ahli Perjanjian Baru menerima Markus sebagai penginjil, tetapi ada juga yang meragukannya. Beberapa ahli mengatakan Injil Markus itu disusun di kota Roma, mereka menunjuk antara lain kepada Markus 12:42, dimana kita baca dua peser, yang istilah hanya dimengerti di kota Roma. Ada yang mengatakan injil ini ditulis sebelum hancurnya Yerusalem tahun 70M. Injil Markus dialamatkan kepada orang-orang kafir di Roma. Markus adalah juga seorang ahli bahasa dan sangat memahami Perjanjian Lama sebab banyak menggunakan istila bahasa latin misalnya: Mark 1:42; 12:14; 15:39; 15:36.[5] Untuk waktu penulisan kitab ini, tidaklah mudah dalam menetapkannya. Hal itu disebabkan berbagai alasan:[6]
Ø  “Adanya pertentangan yang terjadi antara bapak-bapak gereja kita dahulunya. Pertentangannya yaitu Clemens dari Aleksandria mengatakan bahwa markus menulis kitab injil berdasarkan pendiktean Petrus, sedangkan Ireneus berkata bahwa kitab injil ditulis setelah kematian Petrus maupun Paulus”.
Ø  “Adanya praduga atau perkiraan tentang kesengsaraan dan penganiayaan yang sering disebut dalam injil Markus menyatakan pada masa itu merupakan masa yang sulit bagi pembacanya dimana para pembacanya sedang ditindas oleh karena iman mereka kepada Kristus.
Waktu penulisan dari kitab ini sekitar tahun 67-69 M. Atau dengan penjelasan yang lainnya kita juga akan menemukan waktu penulisan dari injil itu sendiri kita tidak memperoleh keterangan, kecuali yang berikut ini mungkin dapat dipakai sebagai pegangan, yaitu pembinasaan kota Yerusalem dipandang selaku hal yang masih akan terjadi. Hal penulisan Injil ini dikatakan pada tahun yang demikian dengan alasan tertentu. Alasannya ditinjau dari kematian Petrus, kita ketahui bahwa Petrus meninggal diantara tahun 64-70 M.[7]

Tujuan Penulisan
Menurut Markus sendiri bahwa Yesus tidak dapat mengerjakan perbuatan-perbuatan besar di Nazaret, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dimana kisah itu berakhir dengan rasa heran Yesus akan ketidakpercayaan orang-orang sekampung halamanNya. Hal ini merupakan bahwa Yesus yang bersifat sangat manusia yang mengalami penolakan sebagaimana semua orang dengan cara tertentu pasti pernah mengalami.[8] Beberapa tema yang terkandung di dalam Injil Markus ini, yaitu:
·         Ternyata dapat kita temukan adanya kisah sebelum Markus yang disebut sebagai pra Markus, yaitu tentang berita kisah sengsara bahwa kisah sengsara Yesus mempunyai maksud yang sama dengan Injil Markus secara keseluruhan.[9]
·         Dalam Injil Markus memiliki gagasan yang berhubungan dengan euangelion, bahwa apa yang dilakukan oleh setiap orang merupakan hanya untuk Injil karena Yesus sendiri merupakan isi Injil dan karena Injillah yang menghadirkan Yesus.[10]
·         Dapat dikatakan bahwa Galilea merupakan tempat yang menjadi acuan Injil Markus, dimana Yesus melayani.[11] Injil Markus ini memiliki hubungan dengan Petrus yang mana telah disinggung dalam tradisi-tradisi Purba, sehingga penulis injil Markus ini berkeinginan untuk memelihara cerita-cerita Petrus sebagai kesaksian yang langgeng bagi jemaat.
Injil Markus ini juga ditulis dengan tujuan untuk mengingat suatu situasi khusus sejumlah aspek yang menonjol dan khusus tentang potret Yesus di dalam Injil Markus.[12] Injil Markus ini merupakan ralat terhadap gagasan dari banyak orang Kristen yang merasa sulit untuk menyesuaikan keyakinan tentang keilahian Yesus dengan kenyataan bahwa Ia juga sebagai manusia sepenuhnya. Mereka menyatakan bahwa Kristus yang ilahi itu hanya datang ke dalam Yesus yang manusiawi pada waktu baptisanNya dan telah meninggalkanNya pada waktu sebelum penyaliban. Orang yang berpandangan seperti ini dapat dikatakan sebagai dosetis, sebab mereka beranggapan bahwa Yesus hanya kelihatan sebagai manusia (dari kata kerja Yunani dokeo=menyerupai).[13]
Pada "Penderitaan Mesias" merupakan pusat penggambaran Markus tentang Yesus, teologi dan struktur Injil. Pengetahuan ini tersembunyi dan hanya orang-orang dengan wawasan spiritual dapat melihat. Konsep pengetahuan tersembunyi mungkin telah menjadi dasar dari Injil Gnostik .[14] John Killinger, dengan alasan bahwa, dalam Markus, rekening kebangkitan yang tersembunyi di seluruh Injil daripada di akhir, berspekulasi bahwa penulis Markus mungkin dirinya telah seorang Gnostik Kristen.
Injil Markus ini berisikan beberapa teologi yaitu suatu teologi keselamatan, teologi pemberitaan, serta teologi penebusan, Kelahiran Yesus yang sudah diceritakan mulai dari awal yang menyatakan suatu penyelamatan serta akan semakin hebat pemberitaannya. Yesus diceritakan sebagai penyelamat umat manusia dari segala dosa yang tidak terbatas bagi setiap kehidupan. Markus juga bertujuan agar setiap pembaca mengerti akan setiap pengorbanan yang telah diberikan oleh Yesus melalui kematian-Nya di kayu salib, hendaklah kita mampu untuk menjadi yang terbaik bagi sesama kita, dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Kelahiran manusia merupakan suatu gambaran kelahiran yang baru yang mana telah diberikan oleh Allah sebagai wujud dari Firman Allah karena Allah merupakan berkuasa serta pemberi keselamatan atas ciptaanNya.[15]




Penerima dan Pembaca
Secara umum, injil Markus ditulis di Roma, umtuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jemaat di kota tersebut. Irenius dan Clements   setuju bahwa kitab itu ditulis di Roma. Kitab injil Markus ditulis bagi para pembaca bukan Yahudi.[16] Menurut  Bruce Injil Markus awalnya dituliskan untuk masyarakat Kristen di kota Roma pada awal tahun enam puluh abad pertama akan tetapi Injil Markus ini cepat beredar luas di seluruh Gereja.[17]
Ungkapan-ungkapan bahasa Aram yang digunakan seperti talita kum atau efata (Mrk. 5:41; 7:34) diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani demi kepentingan para pembaca Markus. Kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi juga diterangkan sedemikan rupa sehingga member kesan bahwa kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak dikenal (Mrk.7:3-4). Selanjutnya ada sejumlah istilah teknis bahasa Latin dalam Injil Markus ini (4:21; 12:42; 14:65; 15:19) yang member kesan bahwa kitab Injil tersebut berasal dari suatu bagian kekaisaran Roma di mana dipakai bahasa Latin.[18]
Pembagian Injil Markus
“Adapun pembagian dan susunan penulisan dari kitab Markus adalah sebagai berikut:
Ø    1:1-13              :Pendahuluan yang berisikan pekerjaan Yohanes Pembabtis,                                     pembabtisan Yesus, dan pencobaan di padang gurun.
Ø    1:15-45            :Panggilan murid-murid yang pertama dan peristiwa Sabat di                                                Kapernaum.
Ø    2:1-38              :Awal penentangan terhadap Yesus.
Ø    3:1-35              :Pengutusan ke 12 murid dan penentangan terhadap Yesus.
Ø    4:1-35              :Perumpamaan-perumpamaan Yesus
Ø    5:1-43              : Penampakan karya dan kuasa Yesus.
Ø    6:1-30              :Penolakan Yesus di Nazaret dan pengutusan ke-12 murid.
Ø    7:1-37              :Perselisihan paham tentang adat-istiadat Yahudi.
Ø    8:1-31              :Penderitaan dan kematian Yesus
Ø    9:1-50              :Teguran dan peringatan terhadap orang Yahudi.
Ø    10:1-52            :Perjalanan Yesus menuju Yerusalem.
Ø    11:1-33            :Awal peristiwa-peristiwa di Yerusalem.
Ø    12:1-44            :Pengajaran Yesus di Yerusalem.
Ø    13:1-37            :Kotbah Apokaliptik
Ø    14:1-72            :Rencana pembunuhan terhadap Yesus.
Ø    15:1-47            :Pengadilan dan kematian Yesus.
Ø    16:1-20            :Kebangkitan Yesus.”[19]

Sumber dan Tradisi
Menurut tradisi yang berkembang kebanyakan para ahli setuju mengatakan bahwa Injil Markus adalah Injil yang tertua dari ke tiga Injil Sinoptik, dengan analisa bahwa:
Ø  Isi dan injil Markus disalin oleh Matius dan Luka. Teks yang terbaik dari Markus berisi 661 ayat, ada 610 aayat yang parallel dengan Matius daan Lukas. Secara proporsi yang luas, isi Markus kira-kira 88 paragraf, dan hanya tiga paragraph yang tidak ada dalam matius dan Lukas yaitu : Mrk. 4:26-29;7:32-37;8:22-26.
Ø  Lukas dan Matius ada meniru kerangka atau garis besar Markus.
Ø  Ketiga Injil ini menceritakan cerita Passion yang sama secara terperinci yang memiliki kemiripan susunan kata-kata dan kalimat yang sama.
Ø  Bahasa yang digunakan  dalam ketiga injil sagat identik dimana terdapat kata-kata pararel di dalam ayat-ayat ketiganya, serta memuat 55 % bahasa Lukas yang berada di dalam Injil Markus, dan hampir 69% adalah kutipan dari kata-kata Yesus serta kata-kata Matius ada 59 % di dalam kata-kata Markus.
Ø  Adanya pemakaian bahasa yang tidak biasa (bersesuian) yang sangat banyak sehingga terlihat bahwa kitab Lukas dan Matius tergantung kepada Markus secara komplit.
Ø   Markus diakui sebagai middle term,dimana ada persesuaian Lukas dengan Markus sebanyak 55%, persesuaian Lukas kepada Matius sebanyak 42% dan persesuaian markus kepada keduanya yang hamper tidak ada, kemungkinan hanya 6%. Hal ini membuat secara nyata bahwa Markus diterima sebagai “middle term”[20]
Kitab Markus dipengaruhi oleh sumber Q (Quelle). Selain itu sumber Q juga adalah bahan yang Matius dan Lukas punyai bersama dan yang tidak mereka ambil-alih dari Markus. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatika hal-hal berikut ini, yaitu: Ada nats-nats dalam markus dan dalam Q yang pokoknya sama. Misalnya tentang persolana, apakah Yesus mengusir setan-setan dalam nama si Iblis (atau Beelzebul). Hal ini termuat di Markus 3:22-27 dan juga di Matius 12:22-30 sert Lukas 11:14-23. Jika dibandingkan nats-nats ini, maka pokok ini nyatanya muncul, baik di dalam Markus maupun dalam Q.[21]



[1] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2006: hlm.172
[2] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm.208-209
[3] M. E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 53
[4] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2007: hlm. 254
[5] B.F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2006: hlm. 17-18
[6] John Drane, Op.Cit., hlm. 209-210
[7] Lih. Willi Marxsen, Op.Cit., hlm.173
[8] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, Gandum Mas, Malang 20064: hlm. 133
[9] Lih. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 20099: hlm. 162-164
[10] Lih. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, hlm. 165-166
[11] Lih. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, hlm. 166-167
[12] John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 20099: hlm. 210
[13] John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 20099: hlm. 211
[14]  William L. Lane , The Gospel according to Mark , Volume 2 of The new international commentary on the New Testament, Wm. B. Eerdmans Publishing, 1974: hlm. 300 – 303
[15] A.M. Hunter, Memperkenalkan Theologia Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1990: hlm. 134-136
[16] lih. Dewi Sri Sinaga, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru Jilid I, Diktat STT HKBP, Pematangsiantar 2004: hlm.42-43
[17] bnd. F.F.Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006: hlm. 34
[18] bnd. John Drane, Op.Cit: hlm. 209
[19] Dewi Sri Sinaga, Op.Cit., hlm. 42-43
[20] bnd. Ibid., hlm.36
[21] bnd. B.F.Drewes, Op.Cit., hlm.20-21